Masalah Bagi Hasil Blok Cepu Bagi Kabupaten Blora


 1. Dasar Bagi Hasil Pertambangan Migas
  • UU No. 33/24
  • (pasal 19 ayat 1)
    Penerimaan pertambangan migas yang dibagikan ke daeah adalah peneimaan negara dai SDA pertambangan migas dari wilayah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
2. Dasar Bagi Hasil Pertambangan Migas
  • PP No. 55/2005
  • (pasal 21 ayat 1)
  • DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% berasal dari peneimaan negara SDA pertambangan minyak bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan.
  • Demikian pula dengan pedoman Bagi Hasil Gas

3. Devisnisi Daerah Penghasil
  • Menurut pemeintah pusat, berdasarkan hasil diskusi dengan Setwapres, Kemendagri dan Kemenkeu, Kemen ESDM, daerah penghasil adalah kabupaten/kota yang diexsploitasi migasnya. Dengan kata lain adalah mulut sumurnya sedang diekstraksi.
  • Tetapi yang perlu dicatat adalah bahwa definisi daerah penghasil ini adalah tafsi dari kementrian.
4. Definisi Daerah Perbatasan
  • PP 55/205 pasal 27 ayat (2) menyatakan:
  • Dalam hal SDA berada dalam wilayah yang berbatasan atau berada lebih dari satu daerah, Mendagri menetapkan daeah penghasil SDA berdasakan pertimbangan menteri teknis terkait paling 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis.
  • Lebih dari satu daerah diartikan masih dalam provinsi
5. Dampak Bagi Blora
  • Akan tejadi kesenjangan antara Bloa dan Bojonegoro dalam hal ekonomi dan sosial. Padahal Blora sudah ikut membiayai PI direncanakan senilai Rp. 1,3 Triliun.
  • Rasa ketidakadilan lainnya adalah karena Blora yang sudah ikut terkena dampak lingkungan, sosial dan infrastruktu, belum mendapat DBH Blok Cepu, sementara kabupaten lainnya di Jatim mendapatkan DBH.
6. Advokasi Yang dilakukan
  • Audensi dengan kementrian ESDM, Kemendagri, Kemenkeu
  • Advokasi sudah dilakukan sejak tahun 2010 setahun setelah Blok Cepu dibagikanhasilkan di tahun 2009.
  • FGD dengan stakeholder terkait (Lintas Kementrian, BP Migas (SKK Migas) DPD)
  • Langkah ini diambil untuk mempertemukan stakholder terkait, dan mencari solusi terbaik.
7. Alternatif  Solusi
  • Dari pembagian DBH saat ini stakholder pusat menyadari DBH Migas Blok Cepu tidak adil bagi Blora, tetapi belum ada kesepakatan solusi penyelesaiannya dari pemerintah pusat.
  • Alternatif  solusi yang muncul:
  • SKB 3 Menteri (Kemendagri, Kemenkeu dan ESDM)
  • Sampai saat ini belum ada kementrian yang berani mengambil inisiatif dan menjadi leader dalam prosesnya.
  • Judical Review
  • Menambah 1 pasal dalam UU No. 33/2004 dan PP 55/2005 yang menyatakan bahwa daeah yang terkena dampak negatif dari pertambangan migas, dimana daerah itu masih ada dalam Wilayah Kerja Pertambangan (WKP), diberi dana dari bagian pemerintah pusat dengan presentase yang dibicarakan sebelumnya. Ini mengacu pada yurisprudensi pemberian dana 0,5% untuk pendidikan dalam UU No. 33/2004.
  • Dengan pengaduan kepada Presiden RI oleh Pemprov Jateng dan Kabupaten Blora.
  • Pada level menteri membuat kebijakan (Permen) yang mengatur soal pemberian dana bagi daerah yang terkena negative exsternalitas dari aktivitas pertambangan. Gambarannya adalah diusulkan oleh menteri ESDM, ditetapkan oleh Mendagri dan dibayar oleh Kemenkeu.
8. Langkah-langkah
  • Jalur birokratif, meminta ketegasan Menteri ESDM sebagai leader untuk membuat kebijakan yang adil terhadap Blora. Atau Menteri Koordinator untuk menerbitkan kebijakan pembangunan khusus di wilayah Blok Cepu.
  • Jalur politik, yaitu dengan keterlibatan secara intensif DPR RI dan DPD RI, atau memanfaatkan elemen politik lainnya.
  • Didorong masuk dalam agenda rapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) karena kasus Blok Cepu di Blora bertentangan dengan azas desentralisasi yaitu pemerataan pembangunan antar wilayah.

(Materi FGD; Masalah Bagi Hasil Blok Cepu untuk Blora)
05/11/2015 kantor DPD RI Jateng, Semarang, 

 

 

Share: