Andai bisa aku beranjak pergi dari sini

Kadang kita kalah dengan semua keinginan, tak bisa lagi melihat dan merasa bahkan berpikir bahwa ini memang keinginan bukan nafsu. Atau hampir sama kah semua ? . Entah …
Sudah berapa kali ku bolak-balik lembaran buku yang sedang kubaca, tak ada satu kalimatpun yang dapat kumengerti, aku tahu hatiku tidak sedang disini, pikiran ku melayang sejauh pandangan. Huruf-huruf itu seperti bertebaran tanpa makna. Hanya kumpulan kalimat tanpa makna .

Aku gelisah, tapi sungguh aku tak tahu sedang dilanda apa diri ini, alunan musik dan segelas teh hangat tak mampu lagi menyatukan hati dan pikiranku. Terlalu tergumpal paksa, terlalu kental, terlalu tak berangan. Aku ingin bernyanyi sekaligus aku ingin menangis, benar-benar tak tahu apa yang sedang kuingini saat ini.
Rasa gelisah ini semakin menyiksa ketika hanya kulihat tembok putih itu, biasanya tembok putih itu berbicara padaku. Kadang dia memberikan warna-warna yang kusuka, kadang dia memantul-mantulkan tulisan yang ingin kubaca, kadang dia menampilkan sosok yang kurindu. Tapi kali ini dia berhianat, malam ini dia berhianat, tak satupun warna, tulisan atau sosok disana. Putih, pucat, sepi dan diam. Kemana dia pergi ?. Atau dia pun sedang gelisah seperti yang kurasakan ini.

Kusentuh kopi di cangkir itu, dia pun dihianati waktu, telah dingin tanpa sempat kunikmati kehangatannya. Musik itu pun telah lama berhenti berputar. Sekarang aku sendiri , bahkan hembusan nafasku dapat kudengar . Aku terdiam mencoba menahan nafasku, bertarung mencoba seberapa jauh aku bisa bertahan. Aku menutup mataku, menutup hatiku, menutup semua pintu jiwaku .

Sesak, ya sesak, jantungku berteriak meminta udara, tak kugubris, bertahan tekadku. Entah berapa lama ketika akhirnya kuhembuskan nafasku. Kubuka mataku pelan, aku menggeleng. Tak ada lagi yang kuinginkan.

Aku bangun dan berjalan menuju jendela, tak tahu aku waktu yang berputar sekarang, akan malamkah?, tengah malamkah?, aku sudah tak perduli . Kulewati jam angkuh yang terdampar didinding itu. Ia hanya pengingat. Bukan pembatas. Terus ku telusuri sampai akhirnya aku membuka pintu dan yang kulihat hanya gelap. Tapi sekilas aku melihat cahaya dilangit. Bintang itu. Indah …, kecil tapi indah …

Teringat lagu kecil yang tak pernah mungkin ku lupa. Bintang kecil di langit yang tinggi . Amat banyak menghias angkasa. Aku ingin terbang dan menari . Jauh tinggi ketempat kau berada.
Aku tersenyum, terbang dan menari, andai ku bisa , bisa! , bukankah terbang dan menari itu mudah. Apapun bisa kulakukan dengan pikiran ku. Semudah aku melupakan malam, siang, panas, hujan, kerikil dan bongkahan batu besar itu.

Kali ini aku tertancap oleh malam, sekali lagi oleh malam , hitam, tapi aku ingin bersinar seperti bintang itu. Titik kecil itu bersinar indah sehingga membuatku ingin terbang dan menari. Bawa aku kesana , terbang dan menari …
Dingin … kali ini aku dihianati oleh alam. Dingin ini menusuk tulang , aku tak bergeming, ingin lebih ku nikmati rasa ini. Biar saja sekaligus mendinginkan jantung dan hatiku. Biar saja melewati darahku , biar saja membuka semua kelopak poriku.

Aku diam, diam , diam dan diam .
Kulihat cahaya bintang itu meredum, tetapi kulihat lagi ada cahaya yang terang lebih terang dari bintang kecil tadi. Ah … selalu saja ada yang menggantikan yang hilang…
Share: