Butuh Waktu Seumur Hidup Untuk Memahami kata Cowok Brengsek


Gue awali dari yang paling mainstream atau yang paling sering dibahas orang-orang di sosmed. Kita semua pasti sudah hapal dengan contoh kalimat, “Kalau sudah gagal jadi ganteng, maka jadilah cowok yang lucu.” Atau, “Kalau sudah gagal jadi cowok mapan, jadilah cowok yang lucu.” Tapi buat gue, cowok lucu itu levelnya sudah di atas cowok ganteng dan mapan :D

Cowok dengan keuangan mapan dan dengan muka yang tampan, sudah jelas diinginkan setiap cewek dan sudah sangat jelas dapat datang dan pergi sesuka hati di kehidupan cewek. Bahkan, 6 dari 10 cewek sudah tahu kalau cowok tipe ini bisa datang dan pergi sesukanya, tapi 6 cewek ini ya juga tetep mau dipacari terlepas dari konsekuensinya. Cowok tampan dan mapan 99% tidak punya kesulitan untuk pedekate dan melakukan finishing. Tapi bagaimana cowok dengan muka pas-pasan namun lucu, kayak gue? ;)

Dengan kemampuan membuat tertawa, cewek-cewek bisa lupa kalau cowok yang buat dia ketawa ini nggak ganteng, belum mapan, atau pun nggak romantis. Kasian banget ya. :D Gue sendiri punya pengalaman menarik dari cerita temen gue yang punya pacar cuma karena bermodal lucu. gini cerita dari temen gue itu "Di akhir kencan, sewaktu pulang, bilang gini sambil menembem-nembemkan pipinya tepat di depan mata temen gue, "Kamu itu biasa aja Donk, tapi kok aku seneng banget ya di deket kamu, jadi pengin ngobrol terus. Hehe." Bahkan di kencan kedua, ceweknya yang bayarin semuanya, dari makan, sampai parkiran. :D Bahkan dia sempat mau bayarin uang SPP kuliah temen gue itu, namun dengan cepat temen gue tolak." Ini sudah dapat disebut kejadian luar biasa dan sangat anomali. Mungkin dari 100 cewek, hanya ada 0,25 cewek yang mau bayarin kencan. =D

Lalu, gue juga melihat bahwa menjadi cowok lucu adalah hal paling romantis yang dapat dilakukan secara sederhana oleh seorang cowok di hidup ini. Bahkan hampir effortless. Sangat menyenangkan ketika melihat cewek tersenyum, tertawa, sambil melintir-lintir rambutnya, atau menembem-nembemkan pipinya. Semua cowok lucu itu basic-nya romantis. Kalau dia ngelucu, itu juga tujuan bikin kamu senyum, proses kenapa kamu bisa senyum, itulah romantis :*
Brengsek abis..

Buat gue, cowok lucu dan cowok cool adalah api dan air. Ketika cowok lucu adalah simbol kehangatan, keceriaan, maka cowok cool adalah kebalikannya. Ya, simbol kemisteriusan dan penasaran. Sampai sekarang gue nggak bisa lupa adegan Rangga nyambit pensil dengan cool ke Cinta. Dian Sastro disambit pensil dan akhirnya jatuh cinta! Kalau gue yang melakukan hal cool tersebut, pasti ending-nya gue dikutuk jadi bohlam kandang. Redup-redup gimana gitu :D

Kalau cowok lucu identik dengan ketidak gantengan, maka cowok cool ini erat kaitannya dengan ketampanan. Jadi, kalau kamu sudah tidak masuk kualifikasi cowok ganteng, jangan sekali-sekali bersikap cool ke cewek. Bayangin kalau Budi Anduk ditanya cewek, “Budii, apa sih definisi cinta menurut kamu?” Lalu Budi menjawab, “Berak.”

Budi Anduk pasti udah dikutuk jadi gayung martabak.

Tapi kalau Nicholas Saputra yang jawab gitu, toh cewek-cewek tetep ngantre buat disambit pensil.
Gue pernah coba sekali menjadi cowok yang cool. Yang cara ngomongnya sangat tertata, sesuai EYD, pelan, suaranya berat, dan menusuk kalbu. Waktu itu temen cewek gue nanya, “Kita mau ke mana, Kaa?” Terus gue jawab dengan pelan, berwibawa, suara bindeng kayak orang flu gimana gitu,

“Sebal sekali dihujani pertanyaan ‘kita mau kemana’ olehmu. Barangkali kau tak tahu, setiap bertemu denganmu, aku sudah sampai pada tujuan :D”

Dia terdiam.

“Jawaban apa yang ingin kau dengar dari seseorang yang sudah sampai tujuan? Kau ingin aku pergi ke mana lagi ketika kau adalah tujuan akhirku?” Gue kembali menambahkan.

Brengsek abis Guee :D

Ngomong-ngomong soal baper atau dibawa perasaan, gue termasuk cowok yang suka baper untuk hal-hal yang mungkin orang lain tidak akan baperin di hidup ini. Salah satu hal yang palin gue baperin di hidup ini adalah, saat kelingking kaki gue kepentok kaki meja. Sakitnya bener-bener membuat air mata berlinangan. Sakitnya bener-bener melibatkan perasaan. Sakitnya bener-bener membuat gue merenungi makna di hidup ini.. Kenapa ada sang hitam bila putih diciptakan? Kenapa bisa merasa kehilangan sebelum sempat memiliki? Kenapa harus belajar dari pertemuan tentang bagaimana indahnya mengawali sebuah perpisahan? Dan kenapa kaki meja ingin sekali mentokin dirinya ke kelingking gue? Kenapaa.. Kenapaaaa :'(

Langit tetap tidak mendengar..

Mungkin apa yang gue rasakan ketika kelingking kaki gue kepentok meja, itu sama seperti hati yang berdebar-debar saat kita hendak menggenggam tangan satu sama lain, dan hancur berantakan setelah tangan si dia nolak. :'( Gue sering banget ngeliat cowok yang air matanya jatuh sesaat setelah tertolak oleh cewek yang di sayanginya. Persis seperti air mata gue yang jatuh sesaat setelah kaki meja mencium kelingking gue.

Ketika cewek bisa tersenyum, tertawa, bersedih, dan menangis di sekali kesempatan, sudah tentu si cowok ini brengsek sekali. Dan ketika membuat baper cowok yang sampai menitikkan air mata ketika tertolak,

Gila. . . .
Brengsek abis..

Gue ngerti perasaan orang yang main dota ketika darah lawannya tinggal sekali garuk, namun ketika mau digaruk atau di-ulti, lawannya tiba-tiba ngilang  dan dia nggak punya gem atau apapun yang bisa ngeliat hero yang ngilang. Gue paham, orang yang gagal nge-kill ini pasti merasa kehilangan. Ditinggal pas lagi di saat genting, ditinggal pas lagi semangat-semangatnya ngejar, duuuuuh.

Gue ngerti perasaan mahasiswa yang di saat lagi butuh bimbingan dari dosbing, lalu tiba-tiba dosennya ngilang. Gue ngerti perasaan mahasiswa yang mau ngejar revisi buat cepet disidang, tiba-tiba dosennya ngilang, katanya ada seminar di luar negeri. Gue juga ngerti perasaan mahasiswa yang butuh pendamping wisuda, namun di saat wisuda, pacarnya malah ngilang. Ternyata nemenin wisuda orang lain :D
Gue juga ngerti perasaan orang yang lagi deket-deketnya, yang lagi romantis-romantisnya di-chat, tiba-tiba besoknya dia ngilang tanpa kabar. Rasa kehilangannya persis kayak kehilangan flesdisk yang isinya kopian film korea, sadis . . .
Rasa kehilangan yang prematur. Sudah merasa kehilangan sebelum sempat memiliki adalah brengsek yang paripurna.

Kalau sudah berhasil jadi cowok lucu, cowok cool, atau cowok yang suka menggandeng tangan, cobalah jadi cowok yang suka ngilang. Sebab hidup ini adalah perjalanan dari kehilangan satu ke kehilangan lainnya. Sebab tiada tempat berteduh dari segala yang  pergi dan dari setiap yang hilang, Gilaaa. . . . Brengsek banget Gue.

“Perjuanganmu lebih mudah, kau hanya kehilangan aku. Perjuanganku lebih sulit, aku kehilangan dirimu, dan diriku yang telah kuberikan pada tubuhmu.”
Nggak ada obat,
Brengsek abis..


Dan ini yang terakhir menurut gue, ini adalah brengsek yang paling ultimate. Tingkat bapernya bahkan melebihi baper ketika kaget saat diklakson tronton. Brengsek yang sejati lahir dari sini :D

Sudah pernahkan kalian sampai di fase dua tubuh yang sudah satu, namun tetap tidak bisa disatukan oleh ikatan resmi? Rasanya itu seperti sudah disakiti karena kelingking kepentok meja, namun tidak bisa membalas menendang meja.

Sudah pernahkah kalian sampai pada fase ditanya oleh kekasih, “Kamu pindah Fakultas yaa..” Namun dalam hati kalian menjawab tidak bisa. Itu rasanya sama kayak ketika naik motor di jalan, terus tiba-tiba dari belakang diklakson sama tronton. Rasa kagetnya itu benar-benar melibatkan perasaan. Bahkan saking kagetnya, bukan mulut yang menjerit, namun hati. Mau membalas nglakson, bunyinya cuma “Teeet”. Sebuah bunyi yang terdengar cemen sekali di tengah belantara jalanan ibukota. Mau menjawab pertanyaan, “kamu pindah Fakultas yaa..:” dengan iya, tapi hati berkata lain. Orang tua juga berkata lain.
Berat sekali beban di hidup ini :|

Gue sudah cukup banyak melihat cewek-cewek yang hancur karena gagal bersatu dengan cowoknya akibat dipisah jarak yang sangat jauh dan tidak bisa diukur seberapa jauhnya. Ya, jarak tak kasat mata yang terbentang di antara kita, sebuah perbedaan.

Kalau kamu sudah berhasil jadi cowok yang lucu, cool, suka menggandeng tangan, dan ngilang-ngilangan, cobalah jadi cowok yang beda. Dan lihatlah air mata perempuan yang tidak pernah kamu lihat sebelumnya, sebuah air mata yang dipenuhi oleh baper karena gagal bersatu.

Parah,
Brengsek abis Gue..

=======

Apakah kamu dapat menyimpulkan bahwa tulisan gue di atas bisa disebut panduan? Apakah mencerahkan?
Nggak, kan?
Benar sekali. Tidak ada satupun panduan untuk menjadi cowok brengsek. Sebab kita sudah terlahir sebagai cowok yang brengsek.
Brengsek by default.
Setiap hal yang cowok lakukan dan berakhir tidak sesuai dengan keinginan cewek, di sanalah kata brengsek lahir.

Hidup cowok brengsek!
Share:

Menunggu Dengan Melupakan Adalah Dekat, Sedekat Jantung Dengan Detaknya


Ya, satu kata kunci yang dipakai jutaan umat manusia ketika ingin bangkit dari kegagalannya. Termasuk dalam urusan cinta, melupakan digadang-gadang sebagai satu-satunya cara untuk bisa bangkit dari kekecewaan.

Tapi apakah nyatanya akan benar-benar melupakan?
Tidak.

Begini ceritanya, gue pernah baca di artikel kesehatan dan psikologi bahwa ingatan manusia dibagi menjadi dua bagian, short term memory (STM) dan long term memory (LTM). Short term memory menyimpan informasi-informasi yang baru saja diterima oleh otak dan jangka waktu diingatnya tidak panjang. Untuk memperpanjang jangka ingat suatu informasi di otak, kita perlu mengucapnya berulang kali, membacanya secara seksama, atau menulisnya kembali sebagai catatan. Hal-hal tersebut dinamakan rehearsal atau lebih sederhananya disebut, menghapal.

Ya, hal-hal sederhana di atas sudah sering kita lakukan sejak kecil, sejak bersekolah di tingkat yang paling dasar sekalipun, kita selalu diajari bagaimana caranya menghapal dan mengingat banyak hal. Informasi yang kita terus olah dengan kembali membacanya, kembali mengucapkannya, dan menulisnya sebagai catatan, dianggap oleh otak menjadi informasi yang penting dan akhirnya “naik kelas” menjadi long term memory. Itulah sebab kita tak akan lupa nama ibu, nama ayah, alamat tempat tinggal, tanggal jadian, tanggal gebetan putus dengan pacarnya, hari di mana nembak terus ditolak, dan masih banyak lagi.

Walau jatuh cinta tidak mampu diproses oleh otak, melainkan melalui reaksi kimia berupa hormon, toh pada akhirnya reaksi-reaksi kimia yang terus-menerus akan menjadi long term memory. Ya, akan disimpan sebagai ingatan jangka panjang. Itulah mengapa agama selalu mengingatkan kita kepada kebaikan, karena laut, awan, gunung, hujan, dan pelangi hanya akan mengingatkan kita kepada mantan.

Dari kecil selalu diajari mengingat, lantas begitu putus cinta malah berusaha melupakan? Aku pandai mengingat, kamu pandai membuat kenangan, lantas ketika aku tidak bisa melupakan, siapa yang harus disalahkan?

Saat ujian, kita selalu berusaha mengingat pelajaran yang telah dipelajari selama satu semester penuh, atau bahkan yang baru dipelajari malam harinya. Tapi kenapa saat ujian berlangsung kita tidak berniat untuk melupakan? Takut tidak bisa mengerjakan ujian? Bukannya putus cinta atau kecewa juga merupakan ujian? Kenapa kita bersikeras untuk melupakan? Apa karena kita hanya ingin lari dari ujian?

Atau mari kita tengok mereka-mereka yang mendekam di rumah sakit jiwa atau yang punya gangguan mental. Dari wajah bingung mereka, kita akan mampu tangkap bahwa mereka tengah berjuang keras untuk satu hal: mengingat. Ya, mereka berjuang untuk mengingat siapa yang mereka sayangi, siapa yang mereka benci, dan siapa sebenarnya diri mereka.  Suatu hal yang sekarang kita punya, yang nyatanya kau perjuangkan, untuk aku yang ingin kau lupakan.

Pada akhirnya, melupakan hanya menjadi kiasan. Tak ada yang benar-benar mampu melupakan seperti yang terjadi pada mereka yang kehilangan ingatan. Kejadian tak bisa melupakan sangat mudah ditemui pada perempuan. Seperti yang sudah gue tulis di atas, cinta merupakan proses kimia yang melibatkan hormon. Seperti hormon dopamine, serotonin, endorphin dan masih ada juga yang lain. Hormon-hormon itu yang membuat kita senang, sedih, kangen, galau, horny, dan sebagainya.

Dan yang paling fatal adalah hormon oksitosin. Hormon yang menyebabkan seorang ibu akan selalu terikat dengan anaknya, hormon yang dihasilkan seorang ibu dengan kadar yang sangat besar ketika melahirkan. Hormon yang juga dikeluarkan perempuan dengan kadar yang tak kalah besar ketika berhubungan seks, setelah melakukannya, perempuan akan merasa terikat oleh pasangannya. Dari sanalah asal-muasal kenapa perempuan, menurut gue, adalah makhluk yang tidak tercipta untuk melupakan. Naluri mereka adalah mengingat, mengenang, walau pada akhirnya air matanya yang jatuh dan menggenang.

Buat gue, melupakan sebagai satu-satunya cara berpindah atau move on bukanlah menjadi cara yang paling baik, karena tiada yang benar-benar mampu melupakan. Kita diberi otak untuk mengingat, tanpa diberi tahu cara untuk menghapusnya salah satu bagiannya saja.

Bersikeras kita saling melupakan, namun Tuhan tetap mempertemukan kita dalam ingatan.
Sekali lagi, melupakan adalah kias, hanyalah kata yang digunakan untuk memangkas kalimat-kalimat  panjang yang menghias proses berpindah. Soekarno pun telah jauh-jauh hari mengamini anggapan gue ini dengan kalimat mahsyurnya, “JAS MERAH, Jangan Sekali-sekali Meninggalkan Sejarah.”



Sebab caramu memperlakukan kenangan, adalah caramu menghargai masa lalu.
Share:

Manusia Yang Sok Asik!!!!

‘Dari awal aku wes gak suka kamu jadi ketua, lebih baik kamu mundur dari ketua. Soale udah ada yang mau ganti posisimu, mundur secepatnya. Aku gak bakalan nyesel semisal musuhi awakmu!!’

Itu salah satu pesan singkat dari seseorang yang sekarang bener-bener musuhin gue, dia menganggap gue ini musuh bebuyutannya, nggak rela dia jika gue merasakan nyaman sedikitpun. Gue sih anaknya kalemb kalo cuma hal kayak gini mah, nggak terlalu ambil pusing.
Tapi gue heran aja sama tuh anak, perasaan dia kagak pernah ada setiap organisasi yang gue pimpin ada agenda, lucu semisal tiba-tiba tuh anak nyuruh gue untuk mundur dari ketua. Toh, kalo di itung-itung, nggak sedikit gue berkorban untuk organisasi ini, dibanding dengan tuuh anak. bukan maksud membandingkan, nyatanya memang kek gitu sih.

Musuh, satu kata yang berkonotasi negatif. Satu kata yang tak terelakkan dari kisi hidup manusia. Kerapkali ada, entah itu dimusuhi atau memusuhi sulit sekali membedakannya.
Karena orang yang dimusuhi merasa dimusuhi dan orang yang memusuhi pun merasa dimusuhi.
Islam, adalah agama yang rahmatan lil ‘alamiin. Selalu mengajarkan bagaimana cara bermuamalah (berinteraksi sosial) yang baik. Berkaitan dengan perselisihan maka Islam pun menuntun penganutnya untuk tidak saling bermusuh-musuhan, menghindari perselisihan dan saling memaafkan. Bahkan Rasulullah SAW pun tak lepas dari itu.
Namun, ada tuntunan dari beliau agar kita bersikap bijak menyikapi orang yang notebene memusuhi kita. Yaitu ketika Nabi berdakwah, banyak sekali yang menentang dakwah beliau. Salah satunya Abu Lahab dan istrinya. Tapi Rasulullah menghadapi orang-orang yang memusuhi dengan cara yang ahsan dan bijaksana. Bahkan seorang nenek buta yang begitu membenci Nabi pun setiap hari beliau beri makan, disuapi dengan penuh kasih sayang.
Tiga hari, adalah batas seorang muslim untuk tidak bertegur sapa saat bertikai. Melebihi itu,
jatuhnya dosa. Membahas tentang musuh, saya langsung teringat pada guru Hadits gue dulu sewaktu gue nyantri di Pati. Beliau bertanya, “Adakah di antara kalian di sini yang bisa menjawab, mengapa orang bisa bertengkar?”
Dalam satu kelas kala itu tak ada satu pun jawaban yang benar. Ada yang menjawab karena
marah, uang, pacar, emosi, dan lain-lain.
Guru Hadist gue pun membuka kunci jawaban. “Orang bisa bertengkar itu karena masing-masing diri merasa dirinya-lah yang paling benar.
Itu jawabannya.”
Jawaban guru Hadist gue itu benar juga. Kerapkali, orang-orang yang bertikai itu disebabkan karena merasa masing-masing diri sudah berada di jalur yang benar. Kalau saja salah satu mau mengalah dan meminta maaf terlebih dahulu, maka sangatlah mungkin
pertikaian itu pun tidak akan terjadi.

Setan laknatullah, mengirim pasukan ke segenap penjuru dunia untuk menghancurkan
ukhuwah orang-orang beriman. Bermusuhan hanya akan meninggikan hati pelakunya, saling mencemooh, merendahkan, menghujat bahkan memfitnah satu sama lain.
Hati dan fisik bertolak belakang. Mengapa demikian? Orang yang saling memusuhi, tidak akan bisa menerima kebaikan apa saja dari orang yang dianggapnya sebagai musuh.
Karena hati yang tertolak.
Saat bertemu pun saling memunggungi satu sama lain. Inilah yang setan harapkan. Ada satu hal yang dilupakan oleh orang-orang yang saling bertikai, yakni, khamar itu haram, judi itu haram. Dan sebenarnya, bermusuhan pun haram dalam Islam. Namun, para pelaku kurang begitu mengindahkan hal ini. Sebab bermusuhan dianggap sah dan biasa-biasa saja bahkan dicap ‘lumrah‘.

Al Qur’an sebagai kitab panutan umat manusia, dengan gamblang melarang; agar tidak saling bertajassus atau mencari keburukan orang lain. Mengapa bermusuhan dilarang?, karena mereka yang bermusuhan seringkali melakukan hal ini. Mencari kekurangan lawan, mengejek, menghina, dsb. Apabila sang musuh melakukan kesalahan, melarat, nista dan kesusahan, maka itu dijadikan senjata untuk menyerang si musuh tersebut.
Astaghfirullah…
Sungguh, itu real perbuatan setan.
Hal semacam ini yang kurang dipahami mereka yang bertikai. Entah bertikai secara fisik
maupun non fisik. Kalau saja mau merenung sejenak.

Manfaat bermusuhan itu apa?
Apakah dengan memiliki musuh lantas itu sebuah prestice? Tidak sama sekali!
Sadarilah…
Bahwa bermusuhan adalah dosa yang tidak akan diampuni meskipun dengan istighfar (memohon ampun) kecuali dengan bertaubat dan berdamai. Bermusuhan hanya akan meninggikan hati dan menjerumuskan pada kesombongan serta dosa. Saling memaki, menghina, menghujat dan merendahkan. Sungguh akhlak yang tidak terpuji.
Tengoklah kembali uswattun hasanah kita Rasulullah SAW dalam berinteraksi. Sungguh, Nabi itu rendah hati, tinggi akhlaknya bukan tinggi hati. Untuk mereka yang saling bertikai; Berpikirlah sekali lagi manfaat bermusuhan itu apa? lalu bayangkan bagaimana jika musuhmu mati? Merasa menangkah? Nauzdubillah tsumma na’udzubillahi min dzalik.
Mencari musuh itu mudah, mencari orang yang mau mengajak kita ke surga itu yang sulit. Semoga Allah senantiasa melembutkan hati-hati kita, dijauhkan dari permusuhan dan selalu dijaga agar terhindar dari tipu daya setan. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.
Share:

Cukuplah

Aku yang Tiba-tiba Mendoakanmu
Bagiku, doa adalah bukti cinta yang paling murni dan sempurna
hanya itu yang bisa aku lakukan
sebagai bukti aku yang telah jatuh mencintaimu
Diam-diam aku mendoakanmu
menyelipkan namamu di sela segala permohonan
dalam sujud panjangku

Dengan malu-malu aku mengeja namamu
meminta kebahagiaan dan keselamatan untukmu
meski nyatanya aku tak benar-benar mengenalmu

Kini, aku tak lagi hanya menyebutmu di hadapan Tuhanku
tapi mulai mendoakanmu
dan mungkin akan terus mendoakanmu


Hanya satu hal yang tak mampu kuminta pada Tuhan; memilikimu
Aku takut Tuhan tertawa dan menganggapku bercanda
Lalu mengabaikan doa-doa baikku untukmu
Cukuplah aku tahu diri untuk tak pernah meminta satu hal itu
Share:

Melupakanmu Adalah Keniscayaan

Sebenarnya aku tak ingin mengingat-ingat lagi segala tentangmu, kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan saat masih bersamamu. Mengingatmu adalah sebuah kesia-siaan, membasahi luka lama. Melupakanmu adalah keniscayaan, sesuatu yang paling tak ingin aku lakukan, tapi harus. Ini rasanya seperti lelaki yang menjalani aborsi, memaksa sesuatu yang tidak mungkin bisa, bahkan jauh lebih berharga dari sesuatu keluar dari perutnya, meleburkannya menjadi darah-darah. Rasa sakitnya akan seiring menghilang dengan keringnya sisa-sisa darah dalam rahim.

Setelah aku tertolak olehmu, aku mengutuki diri sendiri. Aku tidak mengutuki nasibku, karena sama artinya aku mengutuk Tuhan. Dan aku tidak ingin menjadi sedurhaka itu dan membuat tumpukan dosaku semakin tak terkendali. Ini semua atas kesalahanku, dan bisa dikatakan kebodohanku yang masih saja aku pelihara. Aku benci diriku, tapi terlalu sayang untuk bunuh diri dengan cara konyol.
Share:

Tertolak

Awalnya aku beranggapan bahwa rasa ini adalah rasa yang sama dengan apa yang sedang kamu rasakan, namun ketika lisan ini berkata mewakili rasa yang bergejolak dalam dada namun bukan bahagia yang aku dapatkan melainkan rasa patah hati yang sangat mendalam.

Terkadang kejujuran dapat melukai perasaanmu namun akan mengakhiri rasa penasaran dalam hatimu, sehingga kamu dapat menentukan tujuan yang lebih jelas bukan tujuan yang hanya bersemayam dalam hayal.
Aku tidak menyesal dengan apa yang telah aku lakukan, justru aku merasa lega karena engkau telah berkata apa adanya walaupun hati ini merasa sedikit kecewa.

Sebelum aku mengatakan kata cinta padamu, aku sempat berdo’a kepada tuhan yang telah menciptakan bumi dan isinya agar jika engkau memang jodohku, maka dekatkanlah, namun jika engkau bukanlah jodohku maka berikanlah hati ini kelapangan.
Ungkapan bahwa cinta memang tidak selamanya harus saling memiliki ternyata memang benar adanya dan kini aku hanya bisa berdo’a agar kamu mendapatkan kebahagiaan yang tidak sempat aku berikan.

Perhatian yang kamu berikan, kedekatan selama kita bersama dan sunyum manis yang setiap hari kupandang ternyata bukanlah perasaan cinta yang selama ini aku rasakan.
Entah kenapa semakin aku berniat untuk menjauh dan melupakanmu, justru akal ini semakin memikirkanmu dan memaksa diri untuk mendekatimu.

Padahal jelas hati ini sakit karena kamu tidak membalas cintaku.
Share:

GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN KHOZINATUL ULUM BLORA

Profil Pondok Pesantren Khozinatul Ulum
Sejarah berdiri dan berkembangnya pondok pesantren Khozinatul Ulum

Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora berdiri berawal dari keprihatinan yang sangat besar serta kepedulian sosial dari seorang pengusaha H.Moch. Djaiz. Beliau melihat ke kanan dan ke kiri, ternyata belum ada satupun lembaga pendidikan yang namanya pondok pesantren berdiri di tengah kota yang dikelilingi hutan jati. Padahal telah dimaklumi bahwa masyarakat di kota Blora dan sekitarnya sangat perlu mendapatkan penyuluhan, petunjuk dan bimbingan tentang ajaran Islam.

Keprihatinan dan kepedulian Bapak H. Moch. Djaiz tersebut seiring dengan keinginan seorang anak putrinya bernama Umi Hani‟ yang baru saja menyelesaikan studinya menghafalkan al Qur‟an 30 juz di pondok pesantren al Muayyad Surakarta yang diasuh oleh KH. Umar bin Abdul Manan, untuk dibuatkan sebuah pesantren walaupun sangat sederhana (Wawancara, Pengasuh PP Khozinatul Ulum Blora, 21 maret 2014).

Kemudian Bapak Moch. Djaiz dengan penuh semangat berusaha mencari calon suami yang sesuai dengan cita-cita putrinya tersebut, agar kelak dapat mengelola serta memanage suatu pondok pesantren yang dicita-citakan.
Alhamdulillah berkat pertolongan dan izin Allah SWT  serta  do‟a  restu  tiga  orang  ulama,  yaitu  KH. Muhammad Arwani dari Kudus, KH. Abdullah Salam dari Pati dan KH. Muhammad Sahal Mahfud dari Kajen Pati, keinginan tersebut terpenuhi dengan mendapatkan seorang menantu dari Jepara, yang bernama Muharor Ali, dan kebetulan juga ia baru menamatkan study non formalnya dari pesantren Yanbu‟ul Qur‟an Kudus di bawah asuhan KH. Muhammad Arwani. Setelah itu, beliau nawaitu membangun dan mendirikan pesantren dengan memilih Khozinatul Ulum sebagai nama dari pesantren ini. Nama tersebut dipiih berdasarkan pemberian dari seorang ulama‟ ahlu al Qur’an KH. Muhammad Arwani dari Kudus. Kata 'khozinah’ berarti tempat penyimpanan, sedangkan 'ulum’ berarti beberapa ilmu. Dengan nama tersebut diharapkan agar pesantren menjadi gudang atau tempat penyimpanan ilmu yang dapat dirasakan manfaatnya oleh umat.

Dalam sejarah perkembangan awal pesantren Khozinatul Ulum, sistem pendidikan yang digelar hanya bersifat tradisional dengan mengacu pada sistem sorogan dan pengajian wetonan. Kemudian dalam perkembang
Selanjutnya, pesantren ini menggelar sistem klasikal dengan membuka sistem pendidikan formal maupun non formal.
Pondok    pesantren   Khozinatul Ulum Bloramempunyai prinsip berupaya dan berusaha semaksimal mungkin untuk merealisasikan beberapa tujuan luhur yang menjadi cita-cita pondok pesantren dengan cara yang sehat dan dengan cara yang sebaik-baiknya yang pada intinya yaitu:
“Memelihara unsur-unsur lama yang baik dan menerima hal-hal dan unsur-unsur baru yang lebih baik”(Profil PP Khozinatul Ulum Blora Jawa Tengah, Buku Panduan edisi IV, 2000/200, hal: 2-3).
 
Tujuan pokok pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora, di antaranya yaitu:

Menyiapkan manusia muslim yang As-Sholih dan Al-Akrom yaitu menjadikan manusia yang paling mulia di sisi Allah yaitu dengan menanamkan ketaqwaan. Kemudian sholih adalah yang baik di sisi Allah dan baik di sisi masyarakat serta baik kehidupan agamanya dan kehidupan dunianya.
Pesantren mengatur dan merealisasikan keseimbangan antara beberapa ilmu syari‟at agama islam dengan ilmu pengetahuan umum dan teknologi modern. Dengan tujuan para santri dapat menyiapkan diri sebagai muslim yang tangguh, dapat menyesuaikan dengan masyarakat  melalui  perkembangan  ilmu  pengetahuan umum dan teknologi modern.
Memberikan bekal-bekal ilmu al qur‟an mulai dari bacaan hafalan, ilmu qira’ah dan sebagainya, dengan tujuan santri mendapatkan pengalaman sehari-hari, sehingga mereka layak dikatakan seorang muslim ahlul Qur’an yang sesungguhnya (Profil PP Khozinatul Ulum Blora Jawa Tengah, Buku Panduan edisi IV, 2000/2001, hal: 4-5).

Letak geografis pondok pesantren Khozinatul Ulum

Adapun letak pesantren tersebut yaitu di desa Kaliwangan kecamatan Blora atau tepatnya di jalan Mr. Iskandar gang XII/2. Letak pondok pesantren Khozinatul Ulum ini cukup strategis karena melalui jala raya jurusan Blora-Randublatung dan Blora-Banjarejo kurang lebih hanya 700 M ke arah selatan, di situ terpampang    papan identitas    yang menunjukkan lokasi pondok pesantren.   

Ditinjau  dari  kenyamanan  Kegiatan  Belajar Mengajar (KBM), pondok pesantren Khozinatul Ulum Kaliwangan Blora ini cukup memberikan ketenangan dan kesejukan. Hal itu disebabkan karena letaknya yang agak masuk kurang lebih 50 M dari jalan raya. Pondok pesantren Khozinatul Ulum ini dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 3215 M² dan berada dalam lingkungan Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah yang menjadi satu lingkungan, yang masing-masing gedung tersebut terdiri dari tiga lantai.

Adapun batas wilayah pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora adalah sebagai berikut:
Sebelah Barat berbatasan dengan dukuh Karkaran Jetis dan desa Sasak.
Sebelah Utara berbatasan dengan dukuh Ndukuan
Sebelah Timur berbatasan dengan desa Jenar
Sebelah Selatan berupa persawahan yang berbatasan dengan desa Kamolan (Wawancara, Pengasuh PP Khozinatul Ulum Blora, 21 Maret 2014).

Visi , Misi dan Tujuan pondok pesantren Khozinatul Ulum

Visi
“Menjadi lembaga dakwah, lembaga pendidikan islam dan sosial yang unggul serta terkemuka dalam mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan berbangsa, guna mempersiapkan generasi bangsa yang unggul, sholih, mulia, berilmu tinggi serta ber-akhlaqul karimah”.

Misi
Membina dan mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam yang seluas-luasnya dengan semangat khidmah dan mauidzoh hasanah.
Mengawal, membela dan melestarikan aqidah dan nilai-nilai Islam ahlusunnah wal jama’ah
Menumbuhkan, mengembangkan dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan sesuai ajaran Islam ke arah kematangan berpikir, berakhlaq mulia dan integritas sosial yang tinggi serta memiliki kepribadian yang unggul.
Meningkatkan kualitas SDM guna mampu mendalami, menghayati, mengamalkan dan mengembangkan Islam secara utuh serta mampu mengelola lingkungan.
Menanamkan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai ketaqwa‟an dan akhlaq yang luhur, sehingga menjadi generasi bangsa yang unggul, sholih, mulia dan ber-akhlaqul karimah.

Tujuan
“Terciptanya kemaslahatan masyarakat, bangsa dan bernegara yang harmonis, sejahtera, adil dan makmur berlandaskan nilai-nilai keislaman guna mewujudkan kebahagiaan insan di dunia dan akhirat” (Wawancara Pengurus PP Khozinatul Ulum Blora, 24 Maret 2014).

Program-program Kegiatan di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum
Program pendidikan di pondok pesantren Khozinatul Ulum
Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora mempunyai berbagai program pendidikan baik formal maupun non formal, di antaranya yaitu:
Pendidikan al Qur‟an, yang meliputi:
Taman Pendidikan Al Qur‟an (TPQ), dengan menggunakan sistem metode praktis qiro‟ati dengan enam paket ditambah ilmu tajwid dan bacaan Ghorib. Metode ini diajarkan untuk usia anak-anak sampai SD.
Hafalan juz‟amma. Sistem belajar program ini dengan sorogan dan ditargetkan dalam jangka waktu satu tahun, santri hafal juz amma dengan fasih dan lancar.
Pengajian al-Qur‟an bin nadhor 30 juz untuk usia SLTP ke atas dan sistem belajarnya sama yaitu dengan metode sorogan.
Tahfidhul Qur‟an 30 juz bagi santri non pelajar.
Madrasah Diniyyah yang meliputi:
Madrasah Diniyyah Awwaliyah (MDA).
Madrasah Diniyyah Wustho (MDW).
Madrasah Diniyyah „Ulya (MDU)
Madrasah Ibtidaiyyah (MI).
Madrasah Tsanawiyyah (MTs).
Madrasah Aliyah (MA).
Pengajian kitab-kitab salaf.
Materi ketrampilan
Seni baca al-qur‟an.
Seni hadroh (rebana).
Komputer
Menjahit, bordir dan sulam.
Tata boga.
Membuat parsel dan tas.
Kaligrafi.
Pelatihan kepemimpinan dan manajemen pembelajaran dan pelatihan-pelatihan lainnya (Laporan Triwulan II, PP Khozinatul Ulum Blora, 2013/2014).



Share:

Belum Ada Judul

Aku menyukai sepi ketika aku berpikir,

Aku berdiri sebagai pria penuh emosi yang memilih meluapkan amarah, sedih, takut, dan bahagiaku melalui tulisan sederhana dari tinta kehidupanku.
Aku terbiasa diam memendam apapun yang kurasa,
walau dalam waktu-waktu tertentu aku terkadang mengeluh kepada mereka yang dekat denganku, tapi aku tak pernah ingin mereka tau apa yang sebenarnya ada di pikiranku.
Selama aku bisa berdiri sendiri dan berlari aku tak ingin seorangpun mengajari tentang bagaimana caraku berlari, namun aku tak akan menolak pertolongan mereka yang dekat denganku ketika aku pun mulai terseok-seok dalam langkahku dan aku tak akan segan menerima saran mereka untuk memberitahuku berlari yang baik :)

Aku mudah menangis,
tapi bukan berarti aku lemah dan tak berdaya atas hidupku,
hanya saja meski aku menjadi pria yang paling tangguh sekalipun tetap saja secara kodrat aku memiliki hati halus yang mudah terluka.
Namun sedikit berbeda dengan mereka yang mungkin hanya menangis dengan air mata, aku pun dapat menangis melalui tinta kehidupanku tanpa harus berteriak meraung-raung di atas lukaku.
Hidup dan realitaku adalah manis bagiku meski tak seindah yang kuharapkan.
Hidup dan realitaku tak ingin melihat hanya dengan sisi sempit mataku Dan aku pun belajar memahami dari berbagai macam sisi yang tak pernah terjamah.

“Ya Tuhan, jadikan diriku lebih baik dari penilaian mereka tentang diriku,
janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah mereka karena ketidaktahuan mereka tentang diriku”.
Share:

Mahasiswa Masa Lalu dan Masa Sekarang !!!

Disadari atau nggak, mahasiswa di era pasca soeharto lengser cenderung lebih berbeda dibanding dengan mahasiswa sebelum soeharto lengser. Setidaknya, dari intensitas ngomong, mahasiswa jaman sebelum soeharto lengser lebih vokal ngomong di luar urusannya sama akademik.
Terlepas dari ada atau nggak penyokong dana di balik aksi mahasiswa sebelum soeharto, senggaknya mahasiswa di jaman orde baru lebih punya prinsip buat ngadain gerakan-gerakan. Nggak cuma gerakan demo, tapi juga lobi-lobi ke pemerintahan.

Sekarang?
Disadari atau nggak, mahasiswa jaman sekarang cenderung lebih milih nggedein IPK, lulus nggak nyampe 4 tahun, terus kerja di perusahaan bonafit. Sukur-sukur sih kerja di perusahaan asing yang ada di Indonesia. Kalo bahasa kasarannya versiku, men”Jongos”kan diri di negeri sendiri. yaaa…beda tipis lah sama orang pribumi jaman hindia belanda yang justru jadi kacungnya orang belanda.
Oke. Kembali ke topik. Dari berbagai obrolan warung kopi, emang faktanya mahasiswa jaman sekarang (nggak tau sengaja atau nggak) dibuat biar lebih fokus ke bidang akademiknya. Itu bahasa halusnya. Kalo bahasa yang agak blak-blakan, yaa…mahasiswa dibikin cupu. Dibikin gimana caranya jadi kutu buku, tiap hari cuma berangkat kuliah, masuk kelas, dengerin dosen, tidur di kelas, ngerjain tugas, lobi dosen biar dapet nilai bagus, atau biar lebih dramatis, kalo menjelang ujian safari ke rumah dosen ngasih parcel atau bingkisan. Yaa..siapa tau si dosen akan iba dan tersentuh hatinya kalo udah dikasih bingkisan, terus mau ngasih nilai bagus.

Kurang lebih gitu kan?
Kalo diitung di kampus, jumlah mahasiswa yang mau mikir kondisi kampusnya, lingkungannya, atau malah daerah kelahirannya, dibanding jumlah mahasiswa yang boro-boro mikir orang lain, buat mikir dirinya sendiri bahkan doi bersedia nyikut kawannya. Banyakan mana coba? Mahasiswa yang lebih ngejar target IPK dan lulus cepet, ketimbang mahasiswa yang menikmati kuliahnya dengan berbagai kegiatan non akademik.
Yaa…nggak bisa dipungkiri, mahasiswa jaman sekarang ngejar lulus dibawah 4 tahun. Bukan mahasiswanya yang salah sih kalo menurutku.

SEKALI LAGI!
BUKAN MAHASISWA JAMAN SEKARANG YANG SALAH.
Tapi dari berbagai hasil analisisku sih, emang mahasiswa jaman sekarang sengaja dibikin nggak vokal, baik merespon lingkungannya, terhadap sikap pemerintah pusat dan daerah, atau juga terhadap orang-orang di sekitarnya. Kenapa?

Berikut analisisku
Yang pertama, secara nggak sadar, Rezim jaman SBY hingga era Jokowi beda-beda tipis sama rezimnya Soeharto. Nggak percaya? Yaa…walau kedoknya negara demokrasi, bebas korupsi, kebebasan berpendapat, tapi faktanya kroni-kroninya SBY di partai sama di keluarganya pada mainin proyek negara. Korupsi kurang lebih bahasa jaman sekarangnya. Nah, kalo mahasiswa jaman dulu, mereka langsung sadar kalo Kroninya Soeharto korup. Makannya tahun 1998 sempet meledak kan?

Sekarang? Jaman sekarang? Orang birokrat udah belajar dari jaman kesalahan Soeharto. Kalo mahasiswa dibiarin liar di kampusnya, dikasih ruang bebas buat berorganisasi atau respek ke lingkungannya, yang ada mereka sadar kalo sekarang jaman udah lagi nggak bener. Maka dari itu dibikin kurikulum kampus yang lebih ketat. Target IPK 3 lah, lulus di bawah 4 tahun lah. bla bla bla….
Itu yang pertama.

Yang kedua, mau nggak mau aku harus ngomong lagi soal konspirasi asing. Kok nyambung ke asing? Pikir aja! 5-10 tahun ke depan, yang bakalan ngurus negara Indonesia tercinta mau nggak mau ya mahasiswa yang kuliah kan? Nah, kalo mahasiswa yang kuliah dibiarin liar di kampusnya, belajar organisasi, terus tiba-tiba sadar mereka masih dibodohi asing jaman modern, pasti mereka bakal berontak.
Nah, strategi asing, ya dibikin gimana caranya biar mahasiswa yang lulus dari kampusnya buat puas dengan gaji sedikit di atas perusahaan pribumi, terus menikmati hasil ngacung mereka di perusahaan asing.
Kalo mahasiswa sadar, 5-10 tahun lagi asing pasti bakal terancam. Kenapa? Bayangin aja sekarang. Berapa perjanjian ekspor impor yang merugikan Indonesia? Contoh gampang yang baru kejadian, Indonesia punya banyak garam, tapi menteri perdagangannya malah impor garam. Nah lo? Nyambungnya? Ya Intervensi asing.

Nggak cuma itu. Sekarang, coba pikir lagi, 5-10 tahun, minyak sama hutan bakal jadi barang langka dan penting. Asing di Indonesia udah mulai ancang-ancang noh! Pake perusahaan, csr, greenpeace, bla bla bla. Nah? Kalo mahasiswa nyadar orang indonesia cuma jadi kacung di negaranya, ya asing merasa terancam. Maka dibuatlah gimana caranya mahasiswa lulus dengan kemampuan akademik aja, biar nggak punya jiwa kepemimpinan, terus puas dengan kedudukan STAF PERUSAHAAN ASING di negaranya sendiri.

Oiya, perlu ditekankan lagi. Aku nggak mendiskreditkan mahasiswa jaman sekarang. Karena statusku sekarang juga masih mahasiswa. Tapi yang terjadi sekarang, sistemnya emang dibikin gitu. mahasiswa diberi ruang sempit buat melakukan aktivitas diluar doktrin akademik. Intinya 24 jam dalam 7 hari, mahasiswa disuruh baca buku doang!

Terus juga, aku nggak anti asing! Tapi faktanya sekarang, asing yang udah ngobok-obok negara kita. Emang mau besok anak-anak kita tetep dijajah kayak kita? dijadiin kacung dari perusahaan-perusahaan mereka yang udah nyedot emas, minyak, batubara, dan kekayaan negara kita buat perut mereka? Aku rasa cuma orang bego yang mau diporotin hartanya sampe mereka jatuh miskin.

Sebenernya sih mahasiswa yang nyadar juga ada. Ada juga mahasiswa sekarang yang mulai bikin gerakan sosial. Misalnya di twitter, facebook, forum. Yaa..termasuk kaskus juga. Di dunia nyata, banyak juga mahasiswa yang bikin gerakan sosial yang intinya ngembangin potensinya. Tapi itu baru sebagian kecil.


Ini bukan jaman penjajahan klasik kayak jaman jepang, belanda, inggris jajah indonesia sebelum 1945. Ini jaman penjajahan model baru. Nggak cuma orang asing, bangsa sendiri yang cuma mikir mbuncitin perut mereka juga penjajah model baru.

Share:

Letih . . . . . . !!!!

Mengekang nafsu serta menahan penderitaan
Juga menanti perubahan yang engkau kehendaki
Aku mengerti betapa tergores hatiku
Dan betapa terinjak harga diriku, tercampak
Mereka yang merangkulku manakala diri ini dibutuhkan
Namun, mereka memasungku saat tubuh ini tak dibutuhkan.
Adilkah . . . .? keharuan menyentuhku..
Dalam letihku, raga ini tetap tegar
Walau sebagai terbuang, terpasung.
Raga yang tenang dan diam bagai karang
Dalam diam-ku, tetaplah tegak…
Bagai tebing terjal yang kerap ku panjat
Pantang menangis bila tak perlu
Walau tersudut tetap menunggu
Tabah tersenyum walau terluka
Mereka akan terbahak manakala tubuh ini tersudut
Namun demikian tetaplah bersabar
Menahlukkan diriku sendiri
Jangan takut . . . .
Walau aku tahu mereka bersekutu
Karena suatu saat kelak
Sang gunung akan meledak
Bahkan gunung terkecil sekalipun
Dan, di saat itu mereka akan tahu
Betapa buasnya harimau luka
Apabila disulut dendamnya
Maka dari itu,
tegaklah lagi, berlarilah dan cakar kejamnya setiap perlakuan.

Share:

Pendidikan Pesantren

Pendidikan bukanlah kata yang asing di telinga masyarakat awam sekalipun. Karena seiring dengan laju perkembangan zaman, masyarakat Indonesia semakin tersadarkan tentang pentingnya pendidikan. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali, mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Di dalam GBHN tahun 1973 disebutkan bahwa ”Pendidikan hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup”. Ada beberapa pendapat lain mengenai definisi pendidikan.

Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia hidup, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
John Dewey: Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia karena pendidikan merupakan proses pengalaman. Setiap manusia menempuh kehidupan baik fisik maupun rohani. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, maka pendidikan merupakan proses yang membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi usia.
Ki Hajar Dewantara: Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya. Dalam pendidikan diberikan tuntunan oleh pendidik kepada pertumbuhan anak didik untuk memajukan kehidupannya. Maksud pendidikan ialah menuntun segala kekuatan kodrati anak didik menjadi manusia dan anggota masyarakat yang mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Dari sini, kita bisa melihat bahwasanya pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak didik agar bisa bermanfaat untuk dirinya sendiri, masyarakat dan negara. Pelaksanaan pendidikan pun tidak serta merta berjalan apa adanya. Karena pendidikan merupakan kebutuhan, maka perlu ada strategi-strategi khusus, perencanaan yang matang, dan pelaksanaan yang profesional. Dalam pendidikan sendiri terdapat tujuh komponen yang inheren yakni: tujuan, kurikulum, metode, guru, murid, lingkungan, dan evaluasi.

Secara eksplisit, tertuang dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 BAB II (tentang dasar, fungsi dan tujuan) Pasal 3 yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan kita adalah yang tersebut di bawah ini:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis secara bertanggung jawab.
Dari perumusan tujuan di atas, semakin menegaskan bahwa pendidikan merupakan sarana yang mutlak diperlukan untuk mencapai kesejahteraan dan kemuliaan hidup.Dan seiring dengan laju perkembangan zaman, banyak kita lihat berbagai lembaga pendidikan mulai tumbuh dan berkembang. Baik yang mengusung semangat nasionalis, agamis maupun yang mengintegralkan keduanya, seperti munculnya SMP Islam, SMA Katholik dan sebagainya. Salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam yang berkembang pesat di Indonesia adalah pondok pesantren.

Pesantren, merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik di pesantren disebut dengan santri dan mereka menetap di suatu tempat yang disebut pondok. Ditinjau dari segi historisnya, pondok pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Pondok pesantren sudah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan sejak Islam masuk ke Indonesia terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan pada umumnya. Sebuah lembaga yang bernama pondok pesantren adalah suatu komunitas tersendiri, di dalamnya hidup bersama-sama sejumlah orang yang dengan komitmen hati dan keikhlasan mengikat diri dengan kiai, tuan guru, buya, ajengan, abu atau nama lainnya, untuk hidup bersama dengan standar moral tertentu, membentuk kultur atau budaya tersendiri.
Nurcholish Madjid menyatakan bahwa dalam pondok pesantren haruslah ada lima elemen pokok, yakni; kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab klasik. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakannya dengan pendidikan pada umumnya. Jumlah Pondok pesantren yang terdata oleh Education Management Information System (EMIS) Departemen Agama, tahun 2000/ 2001 sebanyak 11.312 dengan santri sebanyak 2.737.805.
Imam Banawi menyatakan bahwa keberadaan seorang kyai dalam lingkungan pondok pesantren laksana jantung kehidupan bagi manusia. Intensitas kyai memperlihatkan peran yang otoriter disebabkan kyai-lah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, dan bahkan pemilik tunggal pondok pesantren. Oleh sebab ketokohan di atas, banyak pondok pesantren yang kehilangan kharisma dan aura, bahkan bubar lantaran ditinggal wafat sang kyai.
Namun, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah santri dalam sebuah pesantren, kyai tidak bisa berdiri sendiri untuk mengayomi seluruh santri. Oleh karena itu, kyai banyak dibantu oleh para guru (ustadz dan ustadzah) dalam menggerakkan roda pendidikan di tubuh pesantren. Dalam skripsi ini, penekanan lembaga pendidikan yang dimaksud adalah guru dan murid yang terlibat dalam pendidikan sekolah, dimana sekolah itu sendiri menjadi otoritas pesantren. Sehingga semua kebijakan, baik terkait anggaran, mata pelajaran, bahkan seragam dan lain-lain ditentukan oleh kebijakan pesantren sebagai pengayomnya.

Posisi guru di lingkungan pesantren adalah sebagai sosok yang digugu lan ditiru. Hal ini selama berabad-abad menjadi satu paradigma yang mengakar di kalangan santri selaku murid.  Pengejawantahan kitab ta’limul muta’allim yang sporadis membuat pondok pesantren menanamkan nilai-nilai sakti semisal; murid harus sam’an wa to’atan (mendengarkan dan taat), sendhiko dhawuh dengan satu iming-iming klasik, apalagi kalau bukan barokah. Adanya doktrin-doktrin inilah yang seringkali menjadikan murid mandek, stagnan dan tidak kritis. Mereka dituntut untuk menerima segala pengetahuan yang dicekokkan pada mereka sebagai kebenaran mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Sebagai contoh, guru kurang memberikan stimulus bagi murid di sekolah dalam lingkungan pesantren untuk bersikap kritis, stimulasi yang diberikan seringkali hanya merupakan pemanis bibir agar seolah-olah memberikan ruang kritis bagi murid. Namun jika seorang murid memiliki pandangan berbeda dengan sang guru, guru akan segera menilai bahwa si murid-lah yang salah. Dalam hal mengajukan pertanyaan kritis, guru pun kurang terbuka bahkan enggan memberikan komentar. Contoh lain, dalam menerapkan hukuman, seperti yang dicontohkan dalam novel ini, bergaya militer dan semena-mena. Guru seolah berhak menghukum murid dalam bentuk apapun sedang sang murid dilarang protes lantaran protes itu akan menyebabkan ketidakbarokahan atau dianggap melawan dan bertentangan dengan nilai-nilai luhur dalam kitab ta’limul muta’allim. Padahal, dalam kitab ta’limul muta’allim juga dijelaskan bahwa seorang guru harus berbudi luhur, berdada lebar, dan penyabar. Pemahaman yang tidak komprehensif terhadap kitab ta’limul muta’allim menjadikan sebagian guru yang seharusnya memiliki sifat welas asih, demokratis dan sebagainya, justru menjadi sosok yang bisa jadi memenggal progresifitas, memancung pluralitas, dan membunuh dialektika dan dinamika keilmuan yang senantiasa berkembang.

Pada akhirnya, realitas semacam itulah yang membuat banyak pihak melontarkan kritik terhadap pola pendidikan di pesantren. Banyak yang menyatakan bahwa akar dari berkembangnya pola interaksi semacam itu adalah dilestarikannya pengajian ta’limul muta’allim yang diyakini sebagian orang telah tidak relevan dengan tuntutan pendidikan era global karena hanya memposisikan murid sebagai objek dan guru dipandang sebagai seseorang yang berdiri di menara gading dan sangat elitis. Padahal, interaksi guru dan murid merupakan hal yang vital dalam mendukung keberhasilan pendidikan. Pola interaksi guru-murid yang baik, akan menciptakan suasana belajar yang edukatif dan menyenangkan. Sebaliknya, pola interaksi yang terlampau formal menyebabkan kerenggangan hubungan antara guru-murid yang berdampak pada suasana belajar yang cenderung menengangkan dan kaku. Sehingga, dapat dikatakan bahwa dalam interaksi guru dan murid inilah terjadi proses edukasi dan sosialisasi.

Kritik tajam perihal interaksi di tubuh pesantren yang cenderung otoriter, kurang demokratis dan memposisikan murid sebagai objek didik tak hanya dilisankan dalam forum-forum diskusi tapi juga melalui tulisan-tulisan yang tersebar di berbagai media, dalam bentuk fiksi maupun non fiksi. Salah satu dari banyak tulisan yang mengkritik habis pola interaksi guru-murid adalah novel Love in Pesantren karya Shachree M. Daroini yang notabene alumni pondok pesantren.
Share:

Walau Bukan Untukku

Malam yang tak kau harapkan, terpejam mata bersama asa. Ku lalui jalan tanpa harapan. Lelah aku di sini, namun tak lelah ku menanti tentangmu. Diam dalam gelisah tak jadikanku hilang akan hatiku.
Mungkin aku mati dalam jiwa, namun semua tidak tersirat dalam perkataan dan khayalanku.Kau hadir tanpa ku nanti dan kau di sini tanpa ku minta. Namun mengapa harus bertahan jika memang tak akan pernah ada harap dan kenyataan?
Pupus aku nanti, diam tak berarti. Ku ingin lari dan melangkah. Namun, aku hanya bersandar tanpa pesan. Ku tutup ribuan kisah untuk meneruskan kisah ini apa adanya. Hadirmu merubah hidupku, keberadaanmu adalah keindahan. Walau tak bisa ku milikki, namun kau terukir manis dan tak terganti.
Indahmu tak untukku, siapkan hati tak kunjung sirna.Malam berganti, bulan berlalu, hari tertutup. Harus aku menunggu dalam kegelisahan?Tak ku lukiskan kehancuran dalam kegelapan, tak ku ukirkan luka dalam pengharapan, tak ku isyaratkan rasa dalam tatapan.
Luka tak berarti kepedihan, duka tak berarti kehilangan. Dalam asa penuh penantian, ku tak akan tutup semua kisah karena aku hanya sepenggal cerita sementara.Bila aku tak lagi mampu menahan semuanya, haruskah aku ungkapkan semua yang ku rasa.
Bila tak lagi ada tempat, haruskah aku tetap menunggu dan bertahan?Aku tak mampu ungkapkan rasa ini semudah yang aku ungkapkan ketika aku luka.Bila ku tak bisa bertahan, apakah aku harus mencair bersama luka?Diam tak lagi bertahan, senyum tak lagi bahagia. Aku menunggu tak henti sampai kapan.
Kamu bukan milikku, tapi setia ini tetap milikmu..
Share:

Tuhan, Aku Ingin Marah.


Pada awalnya aku percaya setiap emosi diciptakan untuk sesuatu yang baik, sesuatu yang memang memiliki manfaat bagi individu yang merasakannya, bahkan emosi negatif sekalipun. Tapi entah sejak kapan, percaya itu menjadi sekedar kata, dan kata itu pun hilang tertelan potensi kognitif.

Aku menghapus kata “marah” dalam diriku. Berpikir bahwa tanpa kata itu aku tidak akan pernah lagi merasa marah. Berpikir bahwa tanpa kata itu aku akan lebih bijak untuk menyatakan kekecewaan dan bukan luapan amarah. Berpikir, setidaknya, aku akan lebih menikmati hidup tanpa lebih banyak emosi negatif dalam diriku.

Awalnya aku berjuang untuk berkata “aku kecewa” dan bukannya “aku marah” meski rasa sesak yang kurasa lebih dari sekedar kecewa, tapi seiring waktu aku semakin ‘mahir’ dan secara otomatis masuk dalam mode “tidak marah” kapan pun aku merasakan situasi yang tidak sesuai dengan inginku.

Apa gunanya sih marah itu? Bertahun-tahun hidup dengan emosi marah yang kudapatkan hanya luapan-luapan emosi berlebihan yang sebenarnya hanya bentuk kekecewaanku. Berlebihan bila kejadian yang kualami disebut marah, harusnya itu hanya disebut kecewa saja, bukan marah. Mereka yang menyebut diri bijak juga berkata tak ada gunanya marah itu. Tidak akan menyelesaikan masalah, justru hanya akan menambah masalah. Mari kita hapus saja kata ‘marah’ dalam kamus kehidupan.

Tanpa marah, emosi yang menyesakkan diriku adalah kecewa, kecewa, dan kecewa. Entah intensitasnya seberapa, entah hatiku terluka seberapa parah, aku hanya akan berkata “aku kecewa”. Tidak (boleh) ada nada tinggi dalam ucapanku. Tidak (boleh) ada rasa geram dan getir dalam hatiku. Semua itu harus dihapuskan seiring kata ‘marah’ yang menghilang. Dan ketika semua sudah tidak dapat ditahan, katakan saja “Ya sudahlah”, seakan masalah langsung berlalu, seakan emosi langsung menyurut.

Tapi, apakah “Ya sudahlah” menuntaskan rasa sakit yang kurasakan? Apakah “Ya sudahlah” membuatku mampu melangkah dengan ringan? Ternyata aku hanya mengorbankan hatiku untuk lebih terluka dengan kekecewaan dan rasa marah.

Iya, ternyata marah tidak hilang dari diriku, aku hanya memendamnya. Begitu dalam rasa marah itu terpendam hingga membuatku kehilangan rasa-rasa yang lain. Aku bingung perbedaan rasa “kecewa” dan “marah”. Aku bingung dengan rasa “bersalah” dan “menyalahkan diri sendiri”. Aku bingung dengan menjadi “lemah” dan “berterus terang”. Aku bingung dengan “menjadi diriku sendiri”.

Aku ingin marah. Rasa yang teramat ini sudah tidak bisa dikatakan “sekedar kecewa”. Rasa ini tidak dapat dihilangkan hanya dengan berkata “Ya sudahlah”. Bukan ingin menghujat Tuhan dengan rasa “tidak bersyukur”, justru aku ingin sangat mensyukuri keadaan diriku meskipun dalam situasi “marah”.

Tuhan, aku ingin marah. Aku ingin menunjukkan kecewaku karena disakiti, ketidak-puasanku akan sesuatu, kekesalanku karena diperlakukan tidak adil. Aku ingin marah dan menikmati rasa marahku. Aku ingin jujur pada diriku hingga aku mampu menerima diriku seutuhnya, yang juga memiliki rasa “marah”.


Seperti halnya rasa senang, rasa sedih diciptakan juga karena memiliki makna dan untuk dinikmati.
Seperti halnya rasa bersyukur, rasa marah juga memiliki peran dalam hidup manusia. Aku boleh dan bisa marah…

Share:

There will be no more

Aku mengerti tentang luka yang tak sepenuhnya ku pahami bagaimana cara menyembuhkannya, aku mengerti tentang kecewa yang tak selamanya ku tau bagaimana caranya untuk kembali bahagia.
Aku memahami tentang kamu yang tak seutuhnya mampu jadi yang terbaik bagimu dengan semua kekurangan dan kesalahan yang aku punya dan yang ku buat.
Aku tak pernah impikan langkah sempurna bersamamu, yang selalu ada dalam anganku adalah aku bisa tumbuh dewasa bersamamu, mengajariku bagaimana untuk bersikap kala keadaanmu tak menentu.
Aku mempelajarimu dari diammu, dari kekakuanmu, dan dari caramu menjauh. Tak sepenuhnya aku mampu membaca apa yang tak terucap, karena aku dilahirkan untuk bisa berkomunikasi denganmu, bukan membaca pikiranmu.

Tentangmu bukan bicara luka, tapi bicara bagaimana aku bisa terus tumbuh jadi lelaki dewasa tanpa memaksakan kehendakku untuk bisa bersamamu saat ini.
Aku bukan tak pernah terluka, namun kali ini aku tak harapkan lagi luka itu ada. Aku bukan sosok yang mudah menyayangi lalu ingin bersama, tapi aku mudah terluka lalu diam bersama sedih.

Bagaimanapun langkahku kemarin bersamamu, bagaimanapun semua cerita bersamamu, apapun yang dijalani kemarin, adalah sebuah kenangan dalam tulisan.
Kita tak pernah bertatap muka untuk bicarakan ini, tapi aku tau pasti Tuhan mengerti bagaimana hati menolak untuk berdekatan.
Tuhan mengerti bagaimana untuk menjauhkan yang tak mungkin bersama.

Aku tak pernah usapkan apapun yang ada pada dirimu, termasuk airmata dan luka, aku hanya hadir untuk menyemangati, lalu kini tugasku sudah selesai.Aku hanya titipkan satu nama pada Tuhan, agar nama itu IA yang menjaga, karena aku tau penjagaanku tak akan lagi sampai kepadanya.

Bagaimanapun rindu itu ada, aku hanya ucapkan dalam do'a, tanpa harus ku katakan lagi apa yang sebenarnya aku rasakan.
Tuhan yang tau apa yang kamu butuh, hanya ada do'a untuk menguatkanmu, aku hanya ingin Tuhan bahagiakanmu dengan mewujudkan apapun yang kamu impikan.

Bagaimanapun langkah yang sendiri tidak akan benar benar baik jika terbiasa bersama, dan kini aku membiasakan diri untuk sendiri, karena aku tau kamu dihadirkan bukan untuk melukai, bukan untuk menyakiti, tapi untuk menjadi pembelajaran bagiku tentang banyak karakter yang belum pernah aku temui.. aku tau aku kuat dengan caraku melalui jalan yang Tuhan tetapkan.

Bahagia untukmu selalu :')
Share:

God, I was Alone

Saat aku memilih diam untuk menjalani hidup ini, mungkin aku berfikir bahwa semua sudah tidak berguna lagi.
Berlari, memang aku ingin berlari, berlari meninggalkan semua cerita ini.
Jenuh, aku memang jenuh.
Ingin aku menangis dalam kesendirian, namun sekali lagi aku gagal.
Entah ada apa dengan hatiku, seakan aku hanya berjalan sekena apa yang memang ingin aku lakukan.
Hentikan langkahku jika memang aku hanya tersenyum bersama airmata, bahagia yang sebenarnya tidak aku rasakan ketika aku menangis dalam sepi.
Tuhan, masih pantaskah aku berada di sini, sementara aku hanya mampu tersenyum seperti nada terpaksa..
Belajar mengerti dan menerima suatu keadaan sementara aku tau, bahwa aku tidak akan mampu melewatinya.
Semua aku jalani sesuai "siapa aku sebenarnya" aku hanya manusia yang masih membutuhkan bimbingan untuk langkah kecilku mengenali kerasnya dunia.
Menangis, perlukah aku berteriak selama tangisku?

Siapa yang mampu mengerti aku dengan sebagian kecil inginku?
Siapa yang mau memahami mimpi yang aku gambarkan dalam hidupku?
Apa yang akan orang katakan jika itu memang keinginanku? " Aku bertanya bersama asa, mengejar semua kesalahan, menghapus semua kesakitan "
Tuhan, aku minta maaf kalau kehadiranku untuk seseorang ternyata menyakitkan orang itu.
Aku memang sakit, aku memang berharap, aku memang menanti.
Tapi, aku tidak pernah menginginkan siapapun mengalami apa yang aku rasakan, karena aku tau sakitnya rasa yang seperti itu.
Seakan tidak punya semangat, sementara sahabat selalu di sisi.
Mungkinkah aku merelakan semuanya begitu saja, sekejap aku tersenyum dalam tangis, menahan diri melupakan semua.
Haruskah aku terus seperti ini?
Terdiam kala aku tau bahwa aku sudah benar-benar menyerah, menyerah dengan keadaan ini.

Tuhan, hentikan tangisku, ingin ku lihat senyumku yang benar memang itu diriku
Share: