Tidak Hanya Sekedar Bertahan Hidup

Manusia memiliki "kebebasan dan kemerdekaan hati" untuk memilih jalan kehidupannya, hal inilah yang mendasari Mengapa manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan Allah lainnya. Apakah akan memilih jalan keberhasilan atau kegagalan, jalan kehidupan positif atau kehidupan negatif. Apakah memilih mengarahkan hati mengikuti tarikan positif “nilai-nilai spiritualisme” atau mengikuti tarikan negatif “nilai-nilai materialisme”. Kita sendirilah yang menjadi penguasa hati kita. Apapun yang akan kita pilih, dapat berdampak pada pikiran, sikap, tindakan, perilaku dan langkah-langkah yang akan menjadi sebab atau menciptakan hasil yang akan diperoleh dalam kehidupan nantinya.

Suatu masa gue berada dipersimpangan jalan, dihadapkan dengan Pilihan jalan yang hendak gue lalui, gue mutusin buat milih jalan yang mengarah ke barat. Jalan itu bermula di Hutan (dalam arti masa Kanak-Kanak) dan berujung di Kota Keberhasilan. Tas gue penuh dengan pengetahuan, tapi juga beberapa kekhwatiran dan beban. Bawaan gue yang paling berharga adalah impian memasuki gerbang cemerlang kota keberhasilan. Gue sampai di sungai yang tak pernah terseberangi oleh siapapun, dan khawatir impian gue telah lenyap. Tetapi gue menemukan sebuah karang tajam, lalu gue memotong sebatang pohon, menciptakan sebuah jembatan, yang kemudian gue seberangi. Tiba-tiba Hujan mulai turun, dan gue begitu merasakan kedinginan, menggigil dan mulai ragu-ragu. Tapi gue membuat payung dari daun-daun dan menangkis semua air hujan yang dingin itu. Perjalan gue itu ternyata lebih lama dari yang gue rencanakan, gue tak lagi punya sisa makanan. Daripada kelaparan sebelum impian tercapai, gue belajar memancing. Gue lelah sekali akibat jalan tanpa henti, dan gue teringat pada beban di tas. Satu persatu beban gue buang, menambah kecepatan lagi. Tinggal kekhawatiran yang menghalangi gue saat ini. Akhirnya tujuan tercapai, di kejauhan gue Telah melihat Kota Keberhasilan, hanya di seberang sekumpulan pohon. Dalam batin gue berkata: Seluruh dunia akan iri dengan keberhasilan yg akan gue capai. Dan gue pun tiba di kota, tetapi gerbangnya terkunci. Penjaga gerbang mengernyitkan kening dan mendesis. "Kau telah menyia-nyiakan waktumu. Aku tidak bisa mengizinkanmu masuk. Namamu tidak ada dalam daftarku.” Gue berteriak dan menjerit, mengguncang-guncang dan menendang-nendang, merasa hidup gue baru saja berakhir. Untuk pertama kalinya sepanjang hidup, gue palingkan kepala, dan untuk pertama kalinya menghadap ke Barat. Gue melihat semua hal yang gue lakukan di tengah jalan, semua kendala yang telah gue lewati. Gue tidak boleh masuk kota, tapi itu tidak berarti gue tidak menang. Gue sudah mengajari diri sendiri cara menyeberangi sungai, melindungi diri dari hujan. Gue belajar menjaga hati gue terbuka, sekalipun kadang-kadang membiarkan kepedihan merasuk. Gue belajar dengan menghadap ke belakang, bahwa hidup tidak sekedar belajar bertahan hidup. Keberhasilan gue ada di perjalanan gue, bukan di kedatangan gue.

Istilah “Kota” diatas gue ibaratkan sebagai puncak keberhasilan, cuma pengibaratan sebenarnya gaes. Kembali pada kalian mau mengibaratkan seperti apa tujuan keberhasilan kalian. Semoga lelucon diatas bisa diambil beberapa pelajaran, bahwa keberhasilan tidak harus terletak di ujung jalan, proses perjalanan kita juga ada sebuah kerberhasilan yang sama sekali tidak pernah kita fikirkan. Berproseslah dengan baik menuju titik keberhasihan kalian, berproseslah dengan baik di ujung kesuksesan kalian. Karena banyak rintangan yang menghalangi kita selama kita berproses menuju keberhasilan.

Salam terakhir dari gue, si Siluman Kampus :)
Goog Luck.



Share: