I Stand On Whatever Side


Banyak yang mengeluh kalau timeline (baik Facebook ataupun Twitter) sekarang ini dipenuhi berita yang sama dan membosankan, apalagi kalau bukan tentang pilkada. Memang sih, lama-lama jadi membosankan. Semua berebut berbagi link informasi tentang Calon Bupati/ Calon Wakil Bupati favoritnya, tak perduli sumber berita itu valid atau tidak. Apalagi tahun ini pilihan kan cuma ada tiga ya.

Gue sih suka dengan berita politik, bukan anti loh. Gue juga punya pilihan cabub/cawabub sendiri. Gue kurang menyetujui pilihan beberapa (atau banyak?) orang yang memutuskan untuk TIDAK MEMILIH di Pilkada saat ini, bahkan selalu mengajak orang di sekitarku agar DATANG KE TPS nanti. Banyak yang memutuskan untuk tidak datang ke TPS dengan alasan sederhana dan menurut gue sih masuk akal: "buat apa capek-capek memilih. Toh siapapun yang nantinya menang pemilu, kelakuannya sama saja kok, korupsi."
Dan memang, tidak ada yang bisa menjamin, kalau Cabub pilihannya tidak akan korupsi kalau menang nanti. Tapi gue juga bisa memberikan alasan kenapa sebaiknya kita menyisihkan waktu untuk datang ke TPS: "agar kertas suara elu tidak kosong, sehingga bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu" Itu saja kok. Sederhana saja kan?

Banyak juga kok orang yang datang ke TPS itu tidak memiliki calon tertentu yang ingin dicoblos (berkaca dari pemilihan legislatif kemarin). Ada juga yang datang untuk mencoblos SEMUA WAJAH CALEG di kertas pilihan >.< sebenarnya bukan hal yang patut dibanggakan, tapi itu hak pribadi individu masing-masing. Alasannya: "Yang penting gue datang mengambil surat suara yang menjadi hak-gue, untuk gue coblos sesuai keinginan gue. Ntar kalau gue nggak datang, kertas suara gue jadi kosong dan bersih. Bisa aja dipakai oleh orang-orang yang berkepentingan untuk melakukan sesuatu yang nggak bener. Kalau udah kucoblos begitu, kertas suaraku nggak bisa diapa-apain lagi toh. Cuma dihitung jadi kertas suara tidak sah aja."

Sudah bukan berita malu-malu lagi kalau banyak pihak-pihak yang "bermain" untuk memanfaatkan surat-surat suara yang kosong karena tidak dipergunakan oleh pemilihnya. Ada rumor yang mengatakan kalau surat suara kosong itu bisa "dijual" ke pihak-pihak yang membutuhkan, untuk mendongkrak jumlah suara. Logikanya, seapatis-apatisnya elu dengan jubelan partai di negeri kita ini, jauh di lubuk hatilu, elu pasti memiliki satu partai yang paling tidak elu sukai toh? Nah, gimana kalau kertas suara kosong elu itu malah "dipakai" untuk mendongkrak suara partai yang kamu benci itu? Rela? Gue sih, pasti nggak rela :)
Karena itulah gue selalu mengajak orang-orang di sekitarku (anggota keluarga, tetangga, dll) untuk datang memilih ke TPS. Kalau tentang siapa yang mau dicoblos di bilik suara, itu kembali ke nurani masing-masing. Mau di kelompok dengan surat suara sah atau sebaliknya di kelompok dengan surat suara tidak sah. Yang penting, surat suara elu terpakai karena itu sudah menjadi HAK elu sepenuhnya.

GOLPUT juga pilihan, kata sebagian besar orang. Itu tidak menjadi masalah, selama pilihan kita tidak mengganggu pilihan orang lain. Yang menjadi masalah adalah kalau sampai perbedaan prinsip ini sampai mengganggu hubungan pertemanan. Masa iya sih, yang sebelumnya berkawan akrab dan saling menyapa di Sosmed, tiba-tiba jadi saling menyindir dan menyudutkan hanya gara-gara berbeda pilihan cabubnya? Kadang ada yang berdebat terbuka lewat status di Facebook, sehingga semua orang di jaringan pertemanannya bisa membaca debat tidak sehat itu. Bahkan ada juga yang sampai delete contact di BBM. Kok rasanya tolol sekali ya. Sefanatik apapun kita terhadap cabub pilihan kita, tetap saja lebih penting hubungan pertemanan. Mengutip status salah seorang teman di sosmed: "Siapapun yang nantinya terpilih sebagai Bupati atau wakil bupati, tetap saja semua orang harus membeli beras dengan uang masing-masing."
Mau Bupati 1, bupati 2 atau bupati 3, tidak akan mengubah kenyataan kalau mereka tidak mengenal kita dan lingkungan pergaulan kita sehari-hari. Menang atau kalah, kita hanya akan masuk dalam kategori "angka peserta pemilu" toh. Jadi kenapa harus berkelahi seperti anak kecil? Malu-maluin saja.

Itu juga salah satu alasan kenapa gue memilih untuk tidak ikut memakai twitbon "I stand on whatever side" seperti yang lain. Selain karena itu bisa memicu suasana tidak enak dengan orang-orang di jaringan pertemanan yang ternyata tidak cukup "dewasa" untuk menyadari kalau orang lain juga berhak memilih hal yang berbeda darinya. Juga karena gue menganggap siapapun yang menjadi pilihan gue, tidak semua orang harus mengetahuinya. Ini politik. Orang bisa bicara A di muka, tapi melakukan B di belakang. Orang bisa gembar-gembor bilang memilih cabub "hantu" di sosmed, tapi ternyata mencoblos cabub "siluman" di hari-H #bukankode ya. Jadi, gak usah lebay dan euphoria lah. Dinikmati aja kemeriahan pilkada di th 2015 ini (yang katanya paling berwarna) dengan segala berita yang menghiasi timeline. Jangan sampai merusak pertemanan. Waktu masih panjang, tidak terhenti di tanggal 9 Desember saja toh.

Untuk twitbon, gue lebih memilih: "I Stand On The Bright Side" dengan harapan siapapun yang nantinya terpilih jadi bupati, harus bisa membawa kampungku ini ke sisi terang yang lebih bermartabat.

Berbeda pendapat itu sah-sah saja. Berbeda pilihan cabub juga tidak ada yang melarang. Tapi diperlukan sikap dewasa agar perbedaan itu tidak berubah menjadi perselisihan, sementara mereka yang diperebutkan masih bisa tersenyum dan saling berjabat tangan disana. Siapa yang tahu, kalau mereka yang terlihat berselisih di media itu, ternyata minum kopi sama-sama ketika tidak ada media yang meliput. Namanya juga politik. Tak semuanya itu seperti yang terlihat.
Share: