Sikap Posesif dan Egoisme Orang Tua


Setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut. Namun, tidak sedikit orang tua menggunakan alasan tersebut untuk bersikap posesif dan egois terhadap anak. Bukan kebaikan yang didapatkan tapi dengan kedu asikap itu anak dapat hancur. Tidak selalu yang terbaik menurut orang tua baik pulauntuk anak.
Dengan melahirkan ataupun memberi nafkah pada anak bukan berarti anak adalah hak milik orang tua. Namun, hal tersebutlah yang sering kali dirasakan kebanyakan orang tua. Mereka beranggapan bahwa anak adalah milik mereka yang bisa diperlakukan sesuai dengan keinginannya. Bukankah hal tersebut menunjukan sifat posesif ?. Seorang anak memang terlahir di dunia melalui mereka tapi jangan lupa bahwa seorang anak adalah titipan sekaligus cobaan dari Allah SWT yang harus dijaga, dibina dan dibimbing dengan penuh rasa cinta dan tanggung  jawab.

“Dan ketahuilah bahwa hartamu dananak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lahpahala yang besar.”
(Q.S. Al Anfaal 8:28)

Yang terbaik bagi anak sering diartikan bahwa anak harus menjadi yang terbaik. Adakalanya, untukmenjadi yang terbaik, orang tua selalu memaksakan kehendaknya pada anak. Semua perilaku dan sifat anak haruslah sesuai dengan keinginan orang tua.  Kesempurnaanlah yang orang tua inginkan. Nilai 90 sampai 100 itulah yang terbaik. Menjadi seorang Ulama besar, Kyai, atau tokoh Agama barulah dikatakan hebat. Semua obsesi orang tua dilimpahkan kepada anak. Jika sudah demikian, masihkah pantas orang tua menyebutkan bahwa mereka ingin yang terbaik untuk anaknya ?
Terlalu egois jika orangtua bertindak seenak hati seperti itu. Bukankah anak juga adalah seorang manusia yang memiliki perasaan dan keinginan sendiri. Meskipun seorang anak belum mengerti apa pun tentang dunia tapi anak memiliki minat dan bakat alaminya sendiri. Bukankah akan lebih bijak jika orang tua mengarahkan dan membinaanaknya sesuai minat dan bakatnya. Namun, bukan berarti mengabaikan aspek lain di luar minat dan bakat anak. Jadikanlah kesukaannya sebagai sarana belajar  yang menyenangkan untuk mengembangkan aspek yang kurang pada diri anak. Misalnya saja, jika ada seorang anak yang suka dan berbakat ilmu teknologi dan informasi, kita dapat menjadikan kesukaannya tersebut untuk mengembangkan keterampilan,
Tidak punya pilihan, impian dan kebebasan. Itu buah dari hasil sikap posesif dan egois orang tua. Jangan biarkan mereka hancur! Hanya sikap bijaksana yang dapat menyelamatkan mereka. 

Anak mubukanlah anakmu.
Mereka putra – putri kehidupan
yang rindu akan diri mereka sendiri.
Mereka datang melalui engkau,
tapi bukan dari engkau.
Dan walau mereka ada bersamamu, tapi mereka bukan kepunyaanmu.
Kau dapat memberi mereka cinta kasihmu, tapi tidak pikiranmu.
Sebab mereka memiliki pikirannya sendiri.
Kau bisa merumahkan tubuhnya,
tapi tidak jiwanya.
Sebab jiwa mereka bermukim di rumah masa depan,
yang tiada dapat engkau sambangi,
bahkan tidak dalam impian-impianmu.
Kau boleh berusaha
menjadi seumpama mereka,
Tapi jangan berusaha
Menjadi seumpama mereka,
Tapi jangan berusaha
membuat mereka seperti dirimu.
Sebab kehidupan tiada surut ke belakang,
Pun tiada tinggal bersama bari kemarin.
Engkaulah busur,
dan anak-anakmulah
anak panah yang meluncur.
Share: