I am Moslem but not a Terrorist



Kita mulai bahas Islam, terorisme dan Indonesia. Kita mulai sekilas dari akar masalah dan sejarah terorisme Islam dan negara atau agama vs negara pertama sekali muncul di Indonesia saat perdebatan 7 kata dalam Piagam Jakarta.
Penolakan kelompok kristen, nasionalis & sebagian rakyat Indonesia timur terhadap kalimat: Dan Kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya.
Kalimat tersebut awalnya tercantum dalam Pancasila yang hendak disahkan sebagai falsafah dan idelogi Indonesia sebagai negara yang baru lahir.
Perdebatan tersebut berakhir ketika Hatta CS sebagai tokoh islam utama bersedia mengalah hapuskan kalimat tersebut demi keutuhan negara Indonesia.

Fase berikutnya  adalah saat penyusunan konstitusi oleh Dewan Konstituante. Perdebatan yg panjang salama 10 tahun tidak mampu akomodir para pihak.
Kebuntuan tersabut berakhir ketika Soekarno mengelurkan dekrit presiden 5 juli 1955. Kembali ke UUD 45 sebagai konstitusi negara.
Fase awal kemerdekaan sampai Orde Lama berakhir, tidak ada stigma "teroris" yang ditujukan kepada umat atau kelompok islam di Indonesia.
Ketidakpuasan kelompok-kelompok islam tertentu yg kemudian melahirkan pemberontakan-pemberontakan seperti DII atau TII hanya dianggap sebagai gerakan separatisme.
Perlakuan negara atau pemerintah yang represif terhadap umat islam, baru dimulai sejak masa Orde Baru oleh regim Suharto.
Suharto dan regim orbanya ingin memisahkan kehidupan beragama dan bernegara melalui manajemen konflik yang dijalankannya.
Suharto ingin mengamankan kekuasaannya dan menghilangkan semua ancaman terhadap kekuasaanya. Musuh  utama suharto : Islam dan Komunis.
Komunis dapat dibasmi secara tuntas oleh Suharto karena adanya tuduhan pengkhianatan PKI yang kontroversial hingga saat ini.
Islam tidak bisa "dibasmi" suharto karena merupakan indentitas agama (bukan ideologi) yang melekat pada sebagian besar rakyat RI.

Suharto sendiri pada awalnya bukanlah pemeluk islam. Dia kejawen dan istrinya Tien Suharto beragama katolik.
Suharto dan keluarganya kemudian mengadaptasi strategi raja-raja mataram yang "masuk islam" untuk ikuti agama mayoritas rakyatnya.
Proses mualafnya ibu Tien kemudian disusul oleh suharto adalah jasa besar Prabowo Subianto, sang menantu yang duluan masuk Islam.
Sebelum beralih ke Islam, Suharto sangat represif terhadap kelompok Islam fundamental, kritis dan garis keras. Semua dia lindas habis.
Berbagai peristiwa konflik Islam vs Negara diselesaikan secara militer dan represif. Terutama sejak diterapkannya azas tunggal.
Militer, intel laksus, kopkamtib, bakortanas dan sebagainya ada dimana-mana, awasi umat Islam kritis sampai ke mesjid-masjid dan menyusup ke ormas-ormas Islam.
Namun, semua operasi penumpasan Islam garis keras itu tetap tidak menggunakan label "teroris atau terorisme".

Setelah suharto dan keluarga masuk Islam, dimulailah era bulan madu islam dan negara. ICMI lahir. Umat Islam yang awalnya paria naik kelas.
Bulan madu Islam & Negara berakhir ketika reformasi tiba. Kejatuhan suharto, salah satu faktor utamanya, adalah kemesraannya dengan Islam.
Banyak teori yg melatarbelakangi perisiwa reformasi itu. Faktor krismon 97-98 hanyalah trigger bagi Barat untuk jatuhkan Suharto.
Kekhawatiran barat terhadap hubungan mesra Suharto & Islam merupakan wujud dari pergeseran indentitas musuh utama Barat setelah komunis jatuh.
Banyak pengamat politik dunia yang sudah prediksi bahwa setelah komunis soviet jatuh, maka perang negara-negara barat akan bergeser ke Islam.
RI adalah negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. Penguatan nilai-nilai Islam apalagi sampai ke arah ekstrim akan jadi 'ancaman' dunia.
Bukan hanya Barat yang khawatir dengan penguatan Islam di RI, tetapi juga Asean & Australia.
Kekhawatiran Barat & Asean ini semakin memuncak ketika terjadi peristiwa TWC & Bom Bali. Dimulailah labeling  "Terorisme Islam".

Perjuangan masyarakat Islam dunia untuk bebaskan zionisme Israel yang kemudian berpuncak pada "terorisme" Al Qaedah-nya  Osama dan aksi-aksi pemboman di berbgai tempat di Indonesia utamanya Bali, melegitimasi labeling teroris pada sebagian kelompok islam.
Sebelum periode tersebut terdapat juga "pemboman" yang dilakukan oleh sayap GAM (gerakan aceh merdeka) di Jakarta, Medan atau Bandung tapi, peristiwa-peristiwa kekerasan itu belum diberikan stigma "terorisme". Bom Bali adalah pemicunya. Meski sebenarnya banyak "gugatan" atas latar belakang, mastermind, pelaku dan tujuan yang sesungguhnya dari aksi bom bali tersebut. Komunitas intelejen pnya banyak teori tentang ini.

Ada teori bahwa pelaku-pelakau teror dan pemboman di berbagai tempat di RI itu adalah pihak asing, utamanya intelejen spore & israel.
Ada juga teori bahwa pelaku & mastermindnya adalah sempalan2 TNI yang tidak rela & ikhlas karena kewenangannya dipangkas habis pada era reformasi.
Juga ada dugaan bahwa kelompok-kelompok tertentu ORBA yagn lakukan ini untuk kacaukan keamanan & stabilias negara demi raih kembali kekuasaanya.
Ketiga teori besar tersbut punya bukti-bukti pendukung yang kuat unttk buktikan tuduhannya. Namun, semuanya pnya tujuan yg sama : menyudutkan Islam.
Maka dimulailah Era Perang Terhadap Terorisme (Islam) di Indonesia. RI jadi salah satu medan perang terorisme Global.
Negara Barat dan USA termasuk australia yang menjadi 'korban terorisme (islam)' sepakat dalam hal sikap & strategi dalam perangi terorisme.
Salah satu kesepakatan utama negara2 tersebut adalah "memindahkan medan perang terhadap teroris ke negara-negara asal teroris itu sendiri."
Negara-negara "islam" dibantu uang, teknologi, informasi intelejen, persenjtaan, pelatihan dan sebagainya, agar mau bersedia menumpas teroris di negaranya masing-masing. Negara-negara "Islam" tersebut dibujuk, didorong, ditekan, dipaksa untuk basmi 'teroris' dan cikal bakal 'teroris'.
Penerapan strategi Barat tersebut efektif. Gayung juga bersambut. Sebagian negara-negara 'islam' tersebut termasuk RI butuh bantuan Barat tadi.
Disamping uang, info intelejn, persenjatan, hibah & pinajaman dalam berbagai bentuk dan sebagainya, negara-negara barat juga bantu pembentukan opini.
Kesatuan sikap Barat terhadap musuh utama dunia yaitu terorisme (Islam) ini juga tidak lepas dari lobi Israel terhadap politisi AS.
Lobi Israel (yahudi) adalah infrastruktur politik terkuat dan terbesar di AS. Sangat berpengaruh di Kongres, Senat, DPR, & pemerintahan.
Di Gedung Putih, Kongres, senat dan DPR USA terdapat sedikitnya 7000 pelobi (lobbyist) Yahudi. Siapa pun presiden AS tergantung pada mereka.
Setiap presiden AS pasti membutuhkan lobbyist yahudi ini. Mereka disokong dana kampanye oleh ribuan industrialis / konglo Yahudi dunia.
Tujuan komunitas global yahudi ini yg utama adalah : menjamin eksistensi negara Israel & menjamin keselamatan jiwa & bisnis yahudi.

Kembali ke 'terorisme islam' di Indonesia. Bantuan pembentukan opini oleh Barat & KG Yahudi ini dilakukan melalui antek-anteknya di RI.
Milenium ketiga, abad 21 ini adalah era informasi. Siapa yang kuasai informasi dialah yg memegang kekuasaan. Opini adalah senjata ampuh.
Maka dimulailah serbuan informasi global melalui kaki tangan KG di di indonesia dalam rangka membentuk opini yang diinginkan.
Tanpa disadari mayoritas media massa, LSM, aktivis-aktivis, tokoh-tokoh dan sebagainya menjadi corong KG dalam membentuk opini ini. Islam pun makin tersudutkan.
Jargon-jargon anti SARA, HAM, pembauran, antiterorisme, antifundamental, islam garis keras, kelompok militan dan sebagainya semakin populer.
Kelompok mayoritas islam dan bangsa Indonesia makin dikendalikan oleh opini-opini yang dibangun oleh Barat ini. Contoh nyata?

Perhatikan pers, tokoh-tokoh, LSM, aktivis-aktivis HAM dst, TIDAK ADA SATU PUN yang berteriak dan pertanyakan jika ada terduga teroris ditembak mati !
Tidak ada SATU PUN kelompok baik supra ataupun infrastruktur politik di RI yg pernah mau skeptis terhadap pembunuhan pada 'terduga teroris' !
Bagaimana sikap pemerintah?  Isu terorisme & pemberantasan 'teroris' menjadi lahan pencitraan ke dunia internasional & sumber uang besar !
Opini yang sudah terbentuk, tertanam & mulai mengakar dalam benak rakyat RI tentang 'terorisme', mempermudah semua aksi-aksi yang belum tentu benar itu.
Opini yangg dibentuk ini semuanya ditujukan untuk legitimasi stigma gerakan sekolompok umat islam itu sebagai gerakan terorisme.
Opini yang dibentuk dan ditanamkan ini ditujukan untuk "menggeser" indentitas islam RI menjadi Islam moderat, pragmatis dan sekuler.
Maka terjadilah tirani opini pada mayoritas umat islam di RI. Terjadilah pembiaran-pembiaran terhadap aksi-aksi penzaliman terhadap islam dengan labeling teroris.
Sebagian besar para pelaku teroris itu tidak pernah diadili. Ditembak mati ditempat. Sebagian yang ditangkap lalu muncul di media-media dalam konpres-konpres .
Pelaku-pelaku yang ditangkap ini yang sebagian diduga aktor yang ditanam dalam kelompok-kelompok tertentu berpidato. Mengaku : I am moslem and a terrorist !
Pengakuan itulah yang lalu kita amini & percayai begitu saja tanpa setitik skeptisme & kritisme. Kita tonton, kita percaya, kita lupakan...
Share: